Jumat, 20 Februari 2009

YCKK & Jerit Pilu Orang Tua Penderita Autis

Sekilas tidak ada kelainan di ke 12 anak yang sedang bernyanyi di bersama tiga gurunyayang sekaligus terapis mereka di rumah autis Yayasan CahayaKeluarga Kita (YCKK) Kampung Rawalele, Jatimakmur, Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.
Umur mereka bervariasi dari 3,5 sampai 9 tahun. Tidak beberapa lama kemudian depsos.go.id baru menyaksikan beberapa perilaku yang tidak biasa dilakukan oleh anak- anak normal bukan penderita autis seusia mereka, seperti; ingin meraih kamera tampa basa - basi, Saat kejadian itu terjadi guru-guru mereka dengan sigab mencoba mengatasi keadaan tersebut, dengan berkata singkat tidak ,akhirnya situasi kembali berjalan normal. Merekapun belum bisa berbicara lancar (nonverbal), dan kadang- kadang diantara mereka ada yang menangis dan tertawa tampa sebab yang jelas, dll.

Hal di atas tidak sebeberapa Menurut Yasmir (32) warga bekasi yang berprofesi sebagai Satpam di Instansi swasta orang tua dari ana (3,5) yang saat itu mengantarkan anaknya menjalani terapi, katanya ada anak penyandang autis yang telah berumur 18 tahun suka menjerit-jerit, sambil menghantamkan kedua tangannya keras-keras ke wajahnya sendiri. Meski wajah itu sudah sangat memar dan lebam menghitam, tak terlihat rasa sakit sedikit pun dari anak tersebut.

Padahal kedua tepi mulutnya sudah tampak luka sobek. Beberapa giginya pun sudah tanggal. Begitulah kondisi penyandang autis tersebut jika sedang tantrum (mengamuk). Kini, akibat sikap agresif yang berlangsung hampir setiap hari tersebut, kedua mata anak itu juga sudah mulai mendekati kebutaan. Semua ini karena ia belum tertangani dengan terapi yang memadai. Mahalnya biaya terapi menjadi sebab utama terhambatnya proses penyembuhan anak autis.

Menurut Deka Kurniawan pendiri LSM nirlaba YCKK kepada depsos.go.id Penghambat proses penyembuhan anak autis tidak hanya faktor mahalnya biaya terapinya saja, penanganan masalah anak-anak autis di Indonesia, bila dibandingkan dengan negara lain, boleh dibilang masih kurang memadai.
Belum ada perhatian khusus seperti tersedianya payung hukum, anggaran yang layak, dokter ahli, lembaga penelitian, obat-obatan, alat terapi, klinik, terapis, dan pusat terapi yang murah. Wajar bila banyak keluarga anak-anak istimewa ini, khususnya dari kalangan dhuafa, makin dibuat menjerit oleh tiga hal: pertama oleh berbagai kepedihan mengasuh anak-anak tersebut, yang memiliki gangguan amat kompleks dan seperti tak berakhir; kedua oleh biaya terapi yang amat mencekik; dan ketiga oleh bayangan ketakutan tentang masa depan mereka yang memilukan. Jerit pilu itu telah merobek-robek perasaan sepasang suami istri, Deka Kurniawan dan Laeli Ulfiati.

Dengan modal tekad kemanusiaan dan sedikit pengalaman organisasi, mereka mendirikan LSM nirlaba Yayasan Cahaya Keluarga Kita (YCKK), pada tanggal 9 Desember 2004. Walau tertatih-tatih, LSM yang ditulangpunggungi dua terapis muda, Henny Marifah dan Ismunawaroh itu, berupaya memberikan terapi bagi anak-anak autis dhuafa tanpa dipungut biaya serta melakukan kampanye-advokasi gerakan peduli autis secara nasional. Meski masih seumur jagung, YCKK telah berhasil menggelar beberapa kegiatan publik. Di antaranya talkshow bertajuk “Autisme dan Penanggulangannya” di Istora Senayan, Jakarta, pada 27 Pebruari 2005. Acara itu telah mengundang simpati dari masyarakat maupun media massa seperti TransTV, Media Indonesia, Republika, Investor Daily, Suara Hidayatullah, dan Infoterapi.com. Ketua MPR RI, Dr. H.M. Hidayat Nurwahid, bahkan sempat mengunjungi YCKK. Hasil penelitian terbaru menunjukkan satu dari 150 balita di Indonesia kini menderita autis. Laporan terakhir badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2005 pun memperlihatkan hal serupa, yang mana perbandingan anak autis dengan anak normal di seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100.

Di tengah berbagai keterbatasan, baik dari segi teknis maupun finansial, saat ini YCKK tengah menangani 8 orang anak autis dhuafa. Sementara itu, puluhan penderita autis lainnya yang harus ditangani secara gratis masih menunggu. Hal ini jelas menunjukkan bahwa perjuangan membumikan misi mulia tersebut masih panjang.

Butuh gelombang empati dan simpati, baik moril maupun materil, dari orang-orang berhati mulia. Dan, mudah-mudahan orang-orang mulia ini tidak lain adalah Anda Kemana melaju? Tujuan yang ingin kami capai adalah:
Tersentuhnya anak-anak autis dari keluarga kurang mampu dengan terapi yang ringan tapi memadai.

Lahirnya kader-kader volunteer terapis yang siap pakai untuk membantu pelaksanaan terapi, karena salah satu tahapan dari program ini adalah merekrut para calon terapis.

Terbentuknya cabang-cabang tempat terapi dan jaringan pusat terapi di berbagai daerah yang siap bekerja sama untuk membantu terapi bagi anak autis dhuafa.
Terdorongnya DPR dan Pemerintah untuk melahirkan payung hukum, kebijakan dan anggaran yang jelas-jelas berpihak terhadap masalah autisme, khususnya yang menimpa keluarga dhuafa. Sadarnya masyarakat akan fenomena autisme sehingga bisa mengantisipasi diri dari kemungkinan terkena gangguan autisme serta bisa memiliki sikap yang wajar terhadap fenomena autis di sekitarnya.

Sasaran Program Anak-anak autis dan keluarganya, terutama dari kalangan yang kurang mampu. Kaum muda yang membutuhkan lapangan pekerjaan untuk dididik menjadi terapis. DPR dan Pemerintah, melalui kerja kemitraan.
Masyarakat umum, melalui kampanye layanan masyarakat. Membuka Jalan Hari Ini Agenda mendesak yang sudah mulai kami jalankan hari ini adalah menyelenggarakan terapi autisme bagi anak-anak autis yang orang tuanya kurang mampu dengan cara menghimpun mereka, serta menghimpun donasi dari berbagai lembaga dan perorangan yang memungkinkan terlaksananya kegiatan terapi tersebut.

Tahapan ini sudah dijalankan sebagiannya dengan melakukan sosialisasi; menggalang dukungan moril dan materil; pengadaan tempat terapi dan fasilitas pendukungnya; membuat video presentasi (tentang feature anak-anak autis dhuafa.

Sekarang ini, kami menangani 12 anak autis dengan berbagai spektrumnya yang beragam. Masih ada sekitar 5 anak yang masuk daftar tunggu (waiting list) karena daya tampung kami yang terbatas (kami baru punya dua terapis inti). Wujud kesungguhan kami tersebut juga sudah diimplementasikan dengan cara merintis agenda bersama dan atau melakukan kontrak kerja dengan berbagai lembaga dan tokoh terkait.

Yang sudah mulai berjalan antara lain dengan Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI), Anak Autis BDI Petrochina, Penerbit Mizan, Infoterapi, Majalah Suara Hidayatullah, Hijau Production (Production House). Kami juga membangun jaringan komunikasi dengan berbagai pusat terapi yang ada di Indonesia, karena kami punya program terapi jarak jauh untuk anak autis yang ada di daerah yakni berupa terapi orang tua asuh (semacam beasiswa). Adapun dengan tokoh nasional, kami sudah mendapat komitmen dan dukungan langsung dari Ketua MPR RI, DR. H.M. Hidayat Nurwahid MA Langkah kami selanjutnya adalah agenda memperjuangkan masa depan penanganan autisme yang lebih baik.
Apa akan dilakukan antara lain adalah: Menciptakan gerakan penyadaran (brain awareness) di masyarakat dan pemerintah tentang harusnya autisme diperlakukan dan ditangani secara istimewa. Bentuknya adalah melakukan kampanye di media-media massa, puskesmas-puskemas, sekolah-sekolah, dan lain-lain serta menyelenggarakan seminar, workshop dan sebagainya.

Merekrut para volunteer untuk dikader menjadi terapis. Menjalankan rangkaian kegiatan advokasi ke instansi-instansi tekait agar autisme diperlakukan khusus secara hukum maupun anggaran negara. Mendorong dilakukannya penelitian-penelitian yang serius dan terarah untuk mengembangan upaya terapi yang lebih efektif dan efisien bagi anak-anak autis.

[lapang muhammad ]

Dipublikasi pada Monday, 25 December 2006 oleh sinung
Sumber: http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=347

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial